
Learn From Home ( LFH) atau belajar dari rumah secara Daring/ Online telah dilaksanakan di Indonesia sejak bulan April 2020 sebagai salah satu bentuk solusi untuk menekan jumlah pasien yang terinfeksi Corona Virus Disease dan tetap terselenggaranya proses mendidik. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, "Program Belajar Dari Rumah merupakan bentuk upaya Kemendikbud membantu terselenggaranya pendidikan bagi semua kalangan masyarakat di masa darurat COVID-19," ujar dia, seperti dikutip dari laman Kemendikbud, sesuai dengan Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah Dalam Masa Darurat Corona Virus Disease (Covid-19).
Penyakit yang dikategorikan kedalam jenis wabah yang menyebar secara global (pandemi) ini telah memberi dampak di berbagai sendi kehidupan manusia, termasuk pendidikan. Perubahan drastis terjadi diseluruh belahan dunia, termasuk Indonesia, tatanan kehidupan baru dibuat dan setiap orang dituntut untuk beradaptasi dalam tatanan baru ini.
Kegiatan belajar pun “dipindahkan” yang awalnya dilaksanakan di sekolah kini harus terselenggara dirumah melalui sisitem Daring/ Online. Para peserta didik pun dituntut untuk ikut beradaptasi dalam perubahan ini. Sudah menjadi hal yang tabu perubahan apapun yang terjadi tentu memiliki dampak, entah itu positif ataupun negatif. Para orang tua juga memiliki peran baru sebagai “Guru Dadakan” yang bertugas mengawal proses mendidik ini dari rumah hingga pandemi ini berakhir. Dengan segala keterbatasan yang ada, tentu akan ditemui berbagai kendala.
Saat diminta mengisi form yang berjudul “Suka Duka Belajar Daring” oleh salah seorang Guru, Peserta Didik kelas XII IPS 5 SMAN 2 Polewali ikut menyuarakan suka dan duka selama proses belajar daring ini berlangsung. Menurut salah satu peserta didik “ Belajar dari rumah cukup menyenangkan, saya tidak terbatas ruang untuk bergerak, belajar pun bisa lebih santai”, pungkasnya “ Waktu belajar pun juga tidak terlalu lama sehingga banyak waktu yang tersisa untuk mengerjakan hal yang lainnya” tulis yang lain.
Lain halnya dengan yang disampaikan Nurmila Sari, peserta didik kelas XII MIPA 4 ini malah merasa tertantang dengan adanya belajar daring, “Dengan belajar daring membuat saya merasa tertantang untuk mengerjakan soal karena kita hanya diberi waktu yang menurut saya singkat dan kita pun sebagai siswa harus mengerjakan soal tersebut dengan cepat dan tepat, jadi belajar daring ini benar-benar membutuhkan Tenaga belajar yang ekstra dari sebelumnya” pungkasnya. “ Untuk mengisi jadwal hadir pun harus berebut walaupun terkadang harus salin beberapa kali baru bisa mengisi absennya,tetapi itulah yang menambah kesan dari belajar Daring ini” tambah siswi yang aktif menulis di buku-buku antologi ini.
Dampak Negatif/ Duka dari proses ini misalnya dari segi ekonomi, beberapa peserta didik mengaku tidak mampu untuk membeli kuota/data internet secara terus menerus dan ada pula kendala akses jaringan internet di tempat tinggal siswa. Keluhan mengenai akses jaringan internet adalah yang paling lazim terjadi, entah dikalangan peserta didik maupun guru.
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Nur Padila, siswi kelas XII ini berpendapat bahwa penggunaan aplikasi google meet sama sekali tidak efektif, proses penyampaian materi oleh guru melalui aplikasi ini mengurangi fokus peserta didik dan menghabiskan waktu, karena terkendala lancarnya akses jaringan internet sehingga selalu terdengar putus-putus belum lagi peserta didik lain yang lupa mematikan microphone HP nya sehingga menambah kebisingan.
Senada dengan Nur Padila, Febri Miriam siswi kelas XII IPS 5 juga mengeluhkan hal yang sama yang muaranya adalah akses jaringan. Siswi yang tinggal di Desa Buangin, Kecamatan Rantebulahan Timur, Kabupaten Mamasa ini mengaku harus naik turun gunung untuk mencari akses jaringan internet, “Kami sebagai siswa kesulitan dalam menangkap pembelajaran seperti biasa dan juga pengaruh jaringan kususnya kami yang tinggal dikampung sangat terbatas jaringan yg harus naik turun gunung cari jaringan dan juga faktor kurangnya kuota” tulisnya.
Keluhan lain juga disampaikan oleh salah seorang peserta didik mengenai tugas yang diberikan guru ” Terlalu banyak tugas yang diberikan hampir setiap Mapel (Mata Pelajaran) didalam satu hari, sehingga menumpuk, meski begitu jangka waktu pengumpulan lumayan lama juga sih” tulis salah seorang peserta didik.
Masalah keefektifan proses pembelajaran juga menjadi momok berat bagi peserta didik, khususnya peserta didik kelas XII, hal ini disampaikan oleh salah seorang peserta didik kelas XII MIPA 3, Yungsika Ratu menurutnya “Daring menjadi tidak efektif karena ada banyak materi yang susah dipahami, dibandingkan saat belajar secara langsung, jauh lebih mudah karena guru menjelaskan dengan detail. Apalagi sekarang saya telah berada dikelas XII membutuhkan banyak persiapan yang matang untuk menghadapi ujian akhir nanti. Saya berharap semoga proses pembelajaran lebih efektif dan lebih baik kususnya untuk kelas 12”.
“Tapi untuk saya pribadi, dampak negatifnya itu tidak terlalu banyak. Hanya saja bangun nya harus lebih awal karna untuk belajar during, harus ke tempat yg jaringannya bagus atau mendukung saya harus ke warkop yang ada di kota Mamasa. Berpacu dengan waktu juga jaraknya tidak dekat dari rumah” tulis Yodia Marfa yang juga salah satu siswi kelas XII, dirinya juga menambahkan bahwa rintangan dan halangan belajar daring dimasa pandemi ini bisa dianggap sebagai perjuangan untuk meraih cita-cita.
Suka dan Duka adalah hal yang tak dapat terpisahkan didalam kehidupan dan pasti akan selalu ada solusi disetiap rintangan dalam kehidupan ini. Hal yang paling utama adalah bagaimana kita bersama-sama, bahu membahu ikut memberikan kontribusi bagi pendidikan untuk ikut dalam usaha menyelenggarakan proses terdidik dalam masa darurat Covid-19 ini.
Kamu punya kesempatan untuk menghasilkan uang dari internet hanya bermodalkan hp android
"Barangsiapa tidak mau merasakan pahitnya belajar, ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya." Imam Syafi'i Rahimahullah.